Kamis, 21 April 2016

Malaikat

Hari ini saya bertemu manusia. Manusia biasa. Dan hari ini beliau marah. Karena salah saya..

Tapi hari ini, saya juga bertemu malaikat. Saya merasa bersyukur bertemu dengan malaikat.

Jaketnya basah kuyup. Hatinya sakit dan terluka. Harga dirinya merasa ternodai. Perasaan dan kesedihan yang ditahannya, terpancar dari sekabut air mata di kedua mata jernihnya.

Malaikatku yang tulus. Engkau begitu baik. Tidak lari tapi selalu bersabar.

Ya Allah, jagalah ia, malaikat selalu dalam keadaan penuh kebaikan..
Terimakasih telah mempertemukannya dengan saya..
Atas izinMu ya Allah, hati malaikat yang baik terpancar amat terang menghangatkan. Penuh ikhlas.

Anugerahkan kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan untuknya di dunia dan di akhirat. Aamiin ya Allah..

Sabtu, 16 April 2016

Tentang Kepercayaan

Sungguh Allah memang Maha Baik dan Maha Adil
Saya berdoa terus pada Allah agar Allah memberikan saya rasa percaya akan janjiNya, ridho atas segala ketentuanNya dan berbaiksangka selalu padaNya.. aamiin

Tentang rasa percaya yang mudah hilang hanya dari sebuah persepsi. Mungkin saja, bahwa ini berkaitan dengan kalimat peribahasa "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Namun peribahasa tersebut banyak miss nya euy. Bahwa rusak disini adalah dalam persepsi manusia, dan bahwa nila disini pun juga persepsi manusia.

Hadist mengenai niat adalah hadist yang amat menentramkan hati, hadist yang amat adil. Begitu juga dengan hadist tentang Allah akan melihat hati manusia. Selaras.

Mengapa menentramkan? Karena gara-gara kesalahan atau kekurangan kita, meski kadang kekurangan itu adalah hanya dalam persepsi saja, telah rusak lah susu sebelanga. Rusak disini pun persepsi manusia. Karena Allah lah yang sebaik-baik dan seadil-adil penilai.

Izinkan saya menyampaikan sebuah ilustrasi. Saat kita berusaha untuk lurus sebaik yang kita bisa, maka orang menaruh kepercayaan pada kita, dan tidak pernah menanyakan apa kesulitan yg kita hadapi karena semua tampak baik baik saja, dan memang benar semua baik-baik saja. Namun ketika ada persepsi salah dalam otak mengenai seseorang yg dirasa kurang, maka semena mena semua menjadi hilang. Tiada nilai.

Namun bila seseorang selama ini dianggap belum cukup baik, tiba tiba dia mendekat dan menjadi amat baik, maka orang tersebut akan menjadi kesayangan dan terlupakan segala kesalahan.

Yang lucu disini adalah bahwa yang berusaha untuk selalu menjadi baik akan dianggap: polos, kurang pengalaman, lugu, bahkan naif. Dipersepsikan tidak tau realita kehidupan.
Namun yang mungkin pernah "tidak sebaik itu" dan kemudian menjadi baik, malah dianggap sudah mengecap asam garam.
Lalu perlukah orang menjadi tak baik dulu untuk diperhatikan dan dibimbing karena ketidakbaikannya, lalu setelah itu dianggap telah berpengalaman?
Ada sisi tidak adil rasanya. Atau saya yang terlalu banyak hasad.

Dan persepsi yang juga sudah seharusnya dikoreksi adalah persepsi saya sendiri. Otak dan hati saya mungkin terlalu buram, penuh dengan hasad, dengki, dan buruk sangka. Hingga saya saat ini amat sulit mempercayai orang lain.

Satu satu pertanyaan timbul di otak. Apa makna teman? Apa keluarga? Dan apa saudara?
Mungkin drama korea yang sering menceritakan kemandirian banyak mempengaruhi saya.hehe
Tapi tentu saya ingat, bahwa Rasulullaah saw. sebagai panutan saya memiliki keluarga, sahabat, dan teman. Dan beliau amat jauh dari berburuk sangka, bahkan kepada lansia yang meracau menghinanya, beliau dengan sabar menyuapinya.. hiks..

Diblokir, diremove, disindirkan dalam sebuah postingan media sosial adalah suatu hal yang harus dengan sabar kita terima. Betapa saya memohon agar dapat terus mendoakan yang terbaik dan menghapus segala dengki, hasad, prasangka dan kebencian yang timbul. Tentu yang nomor satu adalah yang ada dalam otak saya.. hiks astaghfirullaah.

Bila boleh berpesan, kepada diri saya ini dan kepada pembaca, izinkan saya berpesan untuk kita selalu dapat mengingat kebaikan orang lain, meski tentu orang tersebut memiliki kekurangan.

Kepada keluarga, teman, dan saudara, saya pun berusaha keras selalu mengingat kebaikan kebaikan. Meski hati saya sering terselip riya, ujub, dan sombong, tentunya saya berharap ampunan Allah dan berharap agar Allah membantu saya untuk selalu tawadhu, ikhlas dan tawakkal.

Sulit betul sekarang untuk percaya.
Dan kepada Allah lah kita mengadu, dan Ia adalah sebaik baik Penolong.

Minggu, 03 April 2016

Kata: Terserah

"Mba, mau naik angkot atau jalan kaki aja ke stasiunnya?" "Terserah", jawabnya.
"Pak, mau pesen makan di a atau di b?"
"Teserah", jawabnya.
"Aku izin mau nonton basket ya? Boleh ya?" "Terserah", jawabnya.

Kata itu, kata: terserah.
Ada lima hal yang saya pikirkan setiap saya diberi jawaban terserah oleh orang lain.

Yang pertama, yang paling sering melintas di otak saya, kata terserah itu adalah sebuah kata cuci tangan. Orang yang ditanya takut mengambil keputusan, takut salah. Boleh-boleh aja sih takut salah, tapi masalahnya kata terserah itu kemudian melemparkan pilihan kepada sang penanya agar sang penanya lah yang mengambil keputusan sekaligus dapat dijadikan kambing hitam bila keputusan yang dipilihnya salah/membawa kesulitan-kesulitan.
Dan inilah cikal bakal betapa saya tidak suka kata itu.

Yang kedua, kata terserah bermakna kepercayaan, sekaligus memberikan preferensi sepenuhnya pada si penanya. Ia benar- benar dengan sungguh-sungguh merasa baik pilihan a atau pilihan b tidak berbeda signifikan.Tidak masalah baik pilihan a atau b.

Yanh ketiga, masih relevan dengan poin dua,, kata terserah barangkali karena yang ditanya takut atau tidak memiliki bargaining position yang cukup untuk memilih suatu hal. Makanya dengan ridho tidak ridhonya, mau tidak mau dia harus menjawab dengan kata itu. Terserah.

Yang keempat, kata terserah artinya males mikir. Yang ditanya ga bermaksud ngelempar peran pembuat keputusan kepada orang lain, namun dasarnya aja lagi males mikir. Wah ngeselin nih. Biasa nya nadanya akan meninggi. "Ah terserah lu deh." "Terserah dah, sebodo amat"
Antara malas berpikir dan mencari solusi, pasraheun, sekaligus kesel karena terjadi hal-hal di luar ekspektasinya.

Dan yang terakhir, kata terserah sebenernya artinya tidak setuju. Artinya sebuah kata tidak, dan kata tidak boleh. Aga licik memang memakai kata yang mestinya bukan dipakai dalam konteks ketidaksetujuan ini. Namun kenyataannya banyak yang make kata terserah untuk sebuah ketidaksetujuan. Tidak salah memang, tapi seperti pengecut rasanya.
Dan terkadang poin lima berasa sama dengan poin satu. Endingnya adalah menyalahkan.

Budaya menyalahkan memang seharusnya dikurangi. Saya pun sadar bahwa masih sering banget diri ini menyalahkan orang lain atau keadaan dan juga menggunakan kata yang saya tidak suka, kata: Terserah.

Buatlah keputusan atau setidak preferensi sehingga membantu si penanya membuat keputusan bila memang akan menggunakan kata terserah.
Misal, "mau makan bakso apa ketoprak ya enaknya?"
"terserah sih, yang mana aja enak, tapi kalo mau bakso ayo"
Meskipun terserah, ada clue jawaban di sana.hehe

"Mau dilanjutin rapatnya apa break makan dulu?"
"Sebaiknya sih kita break dulu supaya bisa konsen, tapi terserah, kalo mau lanjut pun ayo"

Nah, lebih enakeun rasanya. :)

Kamis, 21 April 2016

Malaikat

Hari ini saya bertemu manusia. Manusia biasa. Dan hari ini beliau marah. Karena salah saya..

Tapi hari ini, saya juga bertemu malaikat. Saya merasa bersyukur bertemu dengan malaikat.

Jaketnya basah kuyup. Hatinya sakit dan terluka. Harga dirinya merasa ternodai. Perasaan dan kesedihan yang ditahannya, terpancar dari sekabut air mata di kedua mata jernihnya.

Malaikatku yang tulus. Engkau begitu baik. Tidak lari tapi selalu bersabar.

Ya Allah, jagalah ia, malaikat selalu dalam keadaan penuh kebaikan..
Terimakasih telah mempertemukannya dengan saya..
Atas izinMu ya Allah, hati malaikat yang baik terpancar amat terang menghangatkan. Penuh ikhlas.

Anugerahkan kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan untuknya di dunia dan di akhirat. Aamiin ya Allah..

Sabtu, 16 April 2016

Tentang Kepercayaan

Sungguh Allah memang Maha Baik dan Maha Adil
Saya berdoa terus pada Allah agar Allah memberikan saya rasa percaya akan janjiNya, ridho atas segala ketentuanNya dan berbaiksangka selalu padaNya.. aamiin

Tentang rasa percaya yang mudah hilang hanya dari sebuah persepsi. Mungkin saja, bahwa ini berkaitan dengan kalimat peribahasa "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Namun peribahasa tersebut banyak miss nya euy. Bahwa rusak disini adalah dalam persepsi manusia, dan bahwa nila disini pun juga persepsi manusia.

Hadist mengenai niat adalah hadist yang amat menentramkan hati, hadist yang amat adil. Begitu juga dengan hadist tentang Allah akan melihat hati manusia. Selaras.

Mengapa menentramkan? Karena gara-gara kesalahan atau kekurangan kita, meski kadang kekurangan itu adalah hanya dalam persepsi saja, telah rusak lah susu sebelanga. Rusak disini pun persepsi manusia. Karena Allah lah yang sebaik-baik dan seadil-adil penilai.

Izinkan saya menyampaikan sebuah ilustrasi. Saat kita berusaha untuk lurus sebaik yang kita bisa, maka orang menaruh kepercayaan pada kita, dan tidak pernah menanyakan apa kesulitan yg kita hadapi karena semua tampak baik baik saja, dan memang benar semua baik-baik saja. Namun ketika ada persepsi salah dalam otak mengenai seseorang yg dirasa kurang, maka semena mena semua menjadi hilang. Tiada nilai.

Namun bila seseorang selama ini dianggap belum cukup baik, tiba tiba dia mendekat dan menjadi amat baik, maka orang tersebut akan menjadi kesayangan dan terlupakan segala kesalahan.

Yang lucu disini adalah bahwa yang berusaha untuk selalu menjadi baik akan dianggap: polos, kurang pengalaman, lugu, bahkan naif. Dipersepsikan tidak tau realita kehidupan.
Namun yang mungkin pernah "tidak sebaik itu" dan kemudian menjadi baik, malah dianggap sudah mengecap asam garam.
Lalu perlukah orang menjadi tak baik dulu untuk diperhatikan dan dibimbing karena ketidakbaikannya, lalu setelah itu dianggap telah berpengalaman?
Ada sisi tidak adil rasanya. Atau saya yang terlalu banyak hasad.

Dan persepsi yang juga sudah seharusnya dikoreksi adalah persepsi saya sendiri. Otak dan hati saya mungkin terlalu buram, penuh dengan hasad, dengki, dan buruk sangka. Hingga saya saat ini amat sulit mempercayai orang lain.

Satu satu pertanyaan timbul di otak. Apa makna teman? Apa keluarga? Dan apa saudara?
Mungkin drama korea yang sering menceritakan kemandirian banyak mempengaruhi saya.hehe
Tapi tentu saya ingat, bahwa Rasulullaah saw. sebagai panutan saya memiliki keluarga, sahabat, dan teman. Dan beliau amat jauh dari berburuk sangka, bahkan kepada lansia yang meracau menghinanya, beliau dengan sabar menyuapinya.. hiks..

Diblokir, diremove, disindirkan dalam sebuah postingan media sosial adalah suatu hal yang harus dengan sabar kita terima. Betapa saya memohon agar dapat terus mendoakan yang terbaik dan menghapus segala dengki, hasad, prasangka dan kebencian yang timbul. Tentu yang nomor satu adalah yang ada dalam otak saya.. hiks astaghfirullaah.

Bila boleh berpesan, kepada diri saya ini dan kepada pembaca, izinkan saya berpesan untuk kita selalu dapat mengingat kebaikan orang lain, meski tentu orang tersebut memiliki kekurangan.

Kepada keluarga, teman, dan saudara, saya pun berusaha keras selalu mengingat kebaikan kebaikan. Meski hati saya sering terselip riya, ujub, dan sombong, tentunya saya berharap ampunan Allah dan berharap agar Allah membantu saya untuk selalu tawadhu, ikhlas dan tawakkal.

Sulit betul sekarang untuk percaya.
Dan kepada Allah lah kita mengadu, dan Ia adalah sebaik baik Penolong.

Minggu, 03 April 2016

Kata: Terserah

"Mba, mau naik angkot atau jalan kaki aja ke stasiunnya?" "Terserah", jawabnya.
"Pak, mau pesen makan di a atau di b?"
"Teserah", jawabnya.
"Aku izin mau nonton basket ya? Boleh ya?" "Terserah", jawabnya.

Kata itu, kata: terserah.
Ada lima hal yang saya pikirkan setiap saya diberi jawaban terserah oleh orang lain.

Yang pertama, yang paling sering melintas di otak saya, kata terserah itu adalah sebuah kata cuci tangan. Orang yang ditanya takut mengambil keputusan, takut salah. Boleh-boleh aja sih takut salah, tapi masalahnya kata terserah itu kemudian melemparkan pilihan kepada sang penanya agar sang penanya lah yang mengambil keputusan sekaligus dapat dijadikan kambing hitam bila keputusan yang dipilihnya salah/membawa kesulitan-kesulitan.
Dan inilah cikal bakal betapa saya tidak suka kata itu.

Yang kedua, kata terserah bermakna kepercayaan, sekaligus memberikan preferensi sepenuhnya pada si penanya. Ia benar- benar dengan sungguh-sungguh merasa baik pilihan a atau pilihan b tidak berbeda signifikan.Tidak masalah baik pilihan a atau b.

Yanh ketiga, masih relevan dengan poin dua,, kata terserah barangkali karena yang ditanya takut atau tidak memiliki bargaining position yang cukup untuk memilih suatu hal. Makanya dengan ridho tidak ridhonya, mau tidak mau dia harus menjawab dengan kata itu. Terserah.

Yang keempat, kata terserah artinya males mikir. Yang ditanya ga bermaksud ngelempar peran pembuat keputusan kepada orang lain, namun dasarnya aja lagi males mikir. Wah ngeselin nih. Biasa nya nadanya akan meninggi. "Ah terserah lu deh." "Terserah dah, sebodo amat"
Antara malas berpikir dan mencari solusi, pasraheun, sekaligus kesel karena terjadi hal-hal di luar ekspektasinya.

Dan yang terakhir, kata terserah sebenernya artinya tidak setuju. Artinya sebuah kata tidak, dan kata tidak boleh. Aga licik memang memakai kata yang mestinya bukan dipakai dalam konteks ketidaksetujuan ini. Namun kenyataannya banyak yang make kata terserah untuk sebuah ketidaksetujuan. Tidak salah memang, tapi seperti pengecut rasanya.
Dan terkadang poin lima berasa sama dengan poin satu. Endingnya adalah menyalahkan.

Budaya menyalahkan memang seharusnya dikurangi. Saya pun sadar bahwa masih sering banget diri ini menyalahkan orang lain atau keadaan dan juga menggunakan kata yang saya tidak suka, kata: Terserah.

Buatlah keputusan atau setidak preferensi sehingga membantu si penanya membuat keputusan bila memang akan menggunakan kata terserah.
Misal, "mau makan bakso apa ketoprak ya enaknya?"
"terserah sih, yang mana aja enak, tapi kalo mau bakso ayo"
Meskipun terserah, ada clue jawaban di sana.hehe

"Mau dilanjutin rapatnya apa break makan dulu?"
"Sebaiknya sih kita break dulu supaya bisa konsen, tapi terserah, kalo mau lanjut pun ayo"

Nah, lebih enakeun rasanya. :)