Minggu, 03 April 2016

Kata: Terserah

"Mba, mau naik angkot atau jalan kaki aja ke stasiunnya?" "Terserah", jawabnya.
"Pak, mau pesen makan di a atau di b?"
"Teserah", jawabnya.
"Aku izin mau nonton basket ya? Boleh ya?" "Terserah", jawabnya.

Kata itu, kata: terserah.
Ada lima hal yang saya pikirkan setiap saya diberi jawaban terserah oleh orang lain.

Yang pertama, yang paling sering melintas di otak saya, kata terserah itu adalah sebuah kata cuci tangan. Orang yang ditanya takut mengambil keputusan, takut salah. Boleh-boleh aja sih takut salah, tapi masalahnya kata terserah itu kemudian melemparkan pilihan kepada sang penanya agar sang penanya lah yang mengambil keputusan sekaligus dapat dijadikan kambing hitam bila keputusan yang dipilihnya salah/membawa kesulitan-kesulitan.
Dan inilah cikal bakal betapa saya tidak suka kata itu.

Yang kedua, kata terserah bermakna kepercayaan, sekaligus memberikan preferensi sepenuhnya pada si penanya. Ia benar- benar dengan sungguh-sungguh merasa baik pilihan a atau pilihan b tidak berbeda signifikan.Tidak masalah baik pilihan a atau b.

Yanh ketiga, masih relevan dengan poin dua,, kata terserah barangkali karena yang ditanya takut atau tidak memiliki bargaining position yang cukup untuk memilih suatu hal. Makanya dengan ridho tidak ridhonya, mau tidak mau dia harus menjawab dengan kata itu. Terserah.

Yang keempat, kata terserah artinya males mikir. Yang ditanya ga bermaksud ngelempar peran pembuat keputusan kepada orang lain, namun dasarnya aja lagi males mikir. Wah ngeselin nih. Biasa nya nadanya akan meninggi. "Ah terserah lu deh." "Terserah dah, sebodo amat"
Antara malas berpikir dan mencari solusi, pasraheun, sekaligus kesel karena terjadi hal-hal di luar ekspektasinya.

Dan yang terakhir, kata terserah sebenernya artinya tidak setuju. Artinya sebuah kata tidak, dan kata tidak boleh. Aga licik memang memakai kata yang mestinya bukan dipakai dalam konteks ketidaksetujuan ini. Namun kenyataannya banyak yang make kata terserah untuk sebuah ketidaksetujuan. Tidak salah memang, tapi seperti pengecut rasanya.
Dan terkadang poin lima berasa sama dengan poin satu. Endingnya adalah menyalahkan.

Budaya menyalahkan memang seharusnya dikurangi. Saya pun sadar bahwa masih sering banget diri ini menyalahkan orang lain atau keadaan dan juga menggunakan kata yang saya tidak suka, kata: Terserah.

Buatlah keputusan atau setidak preferensi sehingga membantu si penanya membuat keputusan bila memang akan menggunakan kata terserah.
Misal, "mau makan bakso apa ketoprak ya enaknya?"
"terserah sih, yang mana aja enak, tapi kalo mau bakso ayo"
Meskipun terserah, ada clue jawaban di sana.hehe

"Mau dilanjutin rapatnya apa break makan dulu?"
"Sebaiknya sih kita break dulu supaya bisa konsen, tapi terserah, kalo mau lanjut pun ayo"

Nah, lebih enakeun rasanya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 03 April 2016

Kata: Terserah

"Mba, mau naik angkot atau jalan kaki aja ke stasiunnya?" "Terserah", jawabnya.
"Pak, mau pesen makan di a atau di b?"
"Teserah", jawabnya.
"Aku izin mau nonton basket ya? Boleh ya?" "Terserah", jawabnya.

Kata itu, kata: terserah.
Ada lima hal yang saya pikirkan setiap saya diberi jawaban terserah oleh orang lain.

Yang pertama, yang paling sering melintas di otak saya, kata terserah itu adalah sebuah kata cuci tangan. Orang yang ditanya takut mengambil keputusan, takut salah. Boleh-boleh aja sih takut salah, tapi masalahnya kata terserah itu kemudian melemparkan pilihan kepada sang penanya agar sang penanya lah yang mengambil keputusan sekaligus dapat dijadikan kambing hitam bila keputusan yang dipilihnya salah/membawa kesulitan-kesulitan.
Dan inilah cikal bakal betapa saya tidak suka kata itu.

Yang kedua, kata terserah bermakna kepercayaan, sekaligus memberikan preferensi sepenuhnya pada si penanya. Ia benar- benar dengan sungguh-sungguh merasa baik pilihan a atau pilihan b tidak berbeda signifikan.Tidak masalah baik pilihan a atau b.

Yanh ketiga, masih relevan dengan poin dua,, kata terserah barangkali karena yang ditanya takut atau tidak memiliki bargaining position yang cukup untuk memilih suatu hal. Makanya dengan ridho tidak ridhonya, mau tidak mau dia harus menjawab dengan kata itu. Terserah.

Yang keempat, kata terserah artinya males mikir. Yang ditanya ga bermaksud ngelempar peran pembuat keputusan kepada orang lain, namun dasarnya aja lagi males mikir. Wah ngeselin nih. Biasa nya nadanya akan meninggi. "Ah terserah lu deh." "Terserah dah, sebodo amat"
Antara malas berpikir dan mencari solusi, pasraheun, sekaligus kesel karena terjadi hal-hal di luar ekspektasinya.

Dan yang terakhir, kata terserah sebenernya artinya tidak setuju. Artinya sebuah kata tidak, dan kata tidak boleh. Aga licik memang memakai kata yang mestinya bukan dipakai dalam konteks ketidaksetujuan ini. Namun kenyataannya banyak yang make kata terserah untuk sebuah ketidaksetujuan. Tidak salah memang, tapi seperti pengecut rasanya.
Dan terkadang poin lima berasa sama dengan poin satu. Endingnya adalah menyalahkan.

Budaya menyalahkan memang seharusnya dikurangi. Saya pun sadar bahwa masih sering banget diri ini menyalahkan orang lain atau keadaan dan juga menggunakan kata yang saya tidak suka, kata: Terserah.

Buatlah keputusan atau setidak preferensi sehingga membantu si penanya membuat keputusan bila memang akan menggunakan kata terserah.
Misal, "mau makan bakso apa ketoprak ya enaknya?"
"terserah sih, yang mana aja enak, tapi kalo mau bakso ayo"
Meskipun terserah, ada clue jawaban di sana.hehe

"Mau dilanjutin rapatnya apa break makan dulu?"
"Sebaiknya sih kita break dulu supaya bisa konsen, tapi terserah, kalo mau lanjut pun ayo"

Nah, lebih enakeun rasanya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar